Kamis, 09 Februari 2017

Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah

Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah - Ada perisitiwa penting dalam sejarah dimana Nabi Muhammad sebagai penengah antara penduduk Qurais yang sedang bertikai tentang peletakan hajar aswat mereka menganggap kelompok mereka mempunyai hak untuk meletakan Hajar Aswat tersebut, sehingga menyebekan pertikaian. Kemudia pada saat itu Abu Umayyah ibn Mughiro al-Makhzumi mengusulkan agar keputusan diserahkan kepada orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa. Kemudian diketahui belakangan ini orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa adalah Muhammad kemudian orang-orang Qurays sepakat atas usulan itu. Muhammad mengeluarkan ide cemerlang yaitu beliau mengambil kain dan disuruhnya setiap kabilah mengangkat bagian sisi kain tersebut secara bersamaan. Dengan begitu permasalahan yang timbul dapat terselesaikan.


Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah
Sejarah Peradaban Islam Di Mekkah

A. Sejarah Situasi Masyarakat Menjelang Masuknya Islam Ke Mekkah
     Pembahasan tentang bangsa Arab pra Islam selalu identik dengan sebutan Jahiliah, meskipun perlu dipahami kembali makna Jahiliah selama ini diartikan bodoh tidak tahu baca tulis, padahal terdapat bukti sejarah yang menunjukan kecerdasan Bangsa Arab baik melalui sya’ir dan lainnya. Berbicara mengenai Arab pra Islam maka harus selalu dikaitkan dengan lingkungan dan keadaan di sekitarnya serta kondisi masyarakatnya. Ketiga faktor itulah yang menentukan karakteristik atau watak suatu bangsa. Berikut aspek-aspek yang mengenai situasi Arab pra-Islam:

a. Kondisi Geografis
Jazirah Arab atau Pulau Arab adalah satu semenanjung yang terletak di sebelah barat daya Asia. Semenanjung ini dengan jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yaitu sebelah timur berbatasan dengan teluk Oman dan teluk Persi (teluk Arab), disebelah selatan berbatasan dengan Lautan India, disebelah barat berbatasan dengan Laut Merah. Hanya disebelah utara, jazirah ini berbatsn dengan daratan atau padang pasir  Irak dan Syiria. Jazirah ini termasuk semenanjung terbesar di dunia, luasnya sekitar tiga juta kilometer persegi, atau lebih kurang sepertiga dari luas benua Eropa. Secara Geografis, jazirah Arab merupakan padang pasir , yaitu hamper lima per enam daerahnya terdiri dari padang pasir, dan gunung berbatu.

Secara garis besar, jazirah Arab dibedakan menjadi dua, yakni daerah pedalaman dan pesisir. Daerah pedalaman jarang sekali mendapatkan hujan, namun sesekali hujan turun dengan lebatnya. Kesempatan demikian biasa dimanfaatkan penduduk nomadik dengan mencari genangan air dan padang rumput demi keberlangsungan hidup mereka. Sedangkan daerah pesisir, hujan turun dengan teratur, sehingga para penduduk daerah tersebut relatif padat dan sudah bertempat tinggal tetap. Oleh karena itu, di daerah pesisir ini, jauh sebelum Islam lahir, sudah berkembang kota-kota dan kerajaan-kerajaan penting, seperti kerajaan Himyar, Saba’, Hirah dan Ghassan.

b. Kondisi Politik
Model organisasi politik bangsa Arab lebih didominasi kesukuan (model kabilah). Kepala sukunya disebut Shaikh, yakni seorang pemimpin yang dipilih antara sesama anggota. Shaikh  dipilih dari suku yang lebih tua, biasanya dari anggota yang masih memiliki hubungan famili. Fungsi pemerintahan Shaikh ini lebih banyak bersifat penengah (arbitrasi) dari pada memberi komando. Shaikh tidak berwenang memaksa, serta tidak dapat membebankan tugas-tugas atau mengenakan hukuman-hukuman. Hak dan kewajiban hanya melekat pada warga suku secara individual, serta tidak mengikat pada warga suku lain. Keadaan politik Jazirah Arab sebelum mulainya keberadaan Islam diapit oleh dua kerajaan besar, yaitu terdapat Kerajaan Romawi Timur pada bagian Barat, dan terdapat Kerajaan Persia di bagian Timur.

Daerah utama Kerajaan Romawi Timur yaitu di Rum (Turki dan Eropa sekarang), Asia kecil, Siria (Syam), Mesir, Afrika Utara dan Ethiopia. Dan Daerah utama Kerajaan Persia yaitu di Iran, Irak, dan semua wilayah di kawasan teluk Persia dan Jazirah Arab bagian Utara.

Pemerintahan maupun system kenegaraan di Arab pada masa itu terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan berikut
a. Arab Baidah : terdapat Kerajaan Aad, kaum Tsamud, dan kerajaan al-Ambath.
b. Arab Aribah: berada di Yaman. Di sana terdapat kerajaan Mainiyahdan Saba’iyah.
c.  Arab Musta’rabah : berada di Mekkah dan Yatsrib.

Terdapat Kerajaan Ghassaniyah yang merupakan Buffer State dari Kerajaan besar Romawi Timur yang dimana menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi. Dan terdapat pula Kerajaan Hirah yang merupakan Buffer State dari Kerajaan Besar Persia.

Pada versi lain adapula yang mengatakan bahwa semasa pra Islam, kondisi politik di tanah Arab terbagi atas 3 yakni :
a.       Kabilah Badui, atau bagian pedalaman. Masyarakatnya di Kabilah Badui terpencar-pencar hidupnya dan diikat oleh ikatan darah dan system fanatisme.
b.      Kerajaan Kindah (480 – 529 SM). Pendirinya adalah Hajar Akil al-Mirrar, masyarakat di kerajaan ini tunduk di bawah Kerajaan Himyar.
c.       Kerajaan di Perkotaan, yang terbagi atas tiga kawasan yaitu Yaman, wilayah Utara dan Hijaz.

Kerajaan-kerajaan pra Islam tersebut dapat dikatakan berada dalam posisi kondisi politik yang labil, dimana satu sama lain saling disibukkan dengan kesibukan untuk mempertahankan diri atau memperluas kawasan kekuasaan saja.

Karena situasi politik yang demikian, maka ketika Muhammad dating dengan misi pembaharuan, mereka tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti, sebab sewaktu ada kabilah yang menentangnya, dengan mudah Muhammad saw segera mendapat bantuan dari kabilah lainnya yang menjadi musuh kabilah yang memusuhi Muhammad saw tersebut.

c. Kepercayaan
Sebelum Islam datang , bangsa Arab telah menganut agama yang mengakui bahwa Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi secara turun temurun sejak nabi Ibrahim dan Ismail. Al-Quran menyebutkan agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagi pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan , Tuhan yang memeberi rezki dan sebagainya.

Kepercayaan kepada Allah itu tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai kerasulan Nabi Muhammad saw. Hanya saja keyakinan itu dicampur baurkan dengan takhayul dan kemusyrikan, mensekutukan Allah dengan sesuatu dalam menyembah, seperti jin, roh, hantu, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan sebagainya.

Adapula yang beragama Nasrani dan Yahudi. Agama bangsa Arab biasa disebut humanisme suku, artinya makna kehidupan itu terwujud dalam keunggulan sifat manusia, yaitu semua kualitas yang bias sejalan dengan cita-cita kemanusiaan atau keberaniaan bangsa Arab. Sikap keunggulan ini berada di tangan suku, bukan terletakk di individu, hal ini karena ia menjadi anggota suku. Yang menjadi tujuan setiap orang adalah menjaga kehormatan suku. Ka’bah menjadi pusat tempat mereka beribadah. Kota suci ini bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut asli Makkah tetapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim disekitarnya.

d.  Kondisi sosial
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah (nomad). Demikian ini karena kondisi tanah tempat mereka hidup terdiri dari gurun pasir kering dan minim turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa (padang rumput) yang muncul secara sporadis di sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan badui Arab untuk kebutuhan makan binatang ternak seperti kuda, onta dan domba.

Berbeda halnya dengan penduduk Arab perkotaan terutama penduduk pesisir, pertanian, peternakan dan perdangangan, dapat berkembang dengan baik di daerah tersebut. Hal inilah tentunya yang membuat kehidupan masyarakat pesisir lebih makmur daripada masyarakat pedalaman (badui). Dari realitas ini, maka timbullah reaksi antara penduduk kota atau pesisir dengan penduduk pedalaman atau badui.

Aksi dan reaksi antara penduduk kota dengan masyarakat gurun dimotivasi oleh desakan kuat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Orang-orang nomad bersikeras mendapatkan sumber-sumber tertentu pada orang-orang kota terhadap apa yang tidak mereka miliki dari lingkungan mereka tinggal. Hal itu dilakukan baik melalui kekerasan (penyerbuan kilat) atau jalan damai (barter). Orang-orang badui nomaden dikenal sebagai perampok darat dan makelar. Gurun pasir, yang merupakan daerah operasi mereka sebagai perampok, memiliki kesamaan karakteristik dengan laut.

Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trible) dan dipimpin oleh Shaikh. Keeratan hubungan kesukuan, kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Maka tidak heran, jika peperangan antar suku menjadi ciri khas masyarakat ini. Rendahnya harga wanita seakan-akan menjadi akibat dari keadaan masyarakat yang suka berperang tersebut.

Kehidupan social bangsa Arab dapat juga kita ketahui misalnya dengan adanya syair-syair Arab. Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang sangat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Seorang penyair mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab. Salah satu pengaruh syair pada bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan derajat seseorang yang tadinya hina atau sebaliknya dapat menghina-hinakan orang yang tadinya mulia.

e. Watak Bangsa Arab
Pada bagian karakter geografi yang telah diuraikan diatas jelas memperlihatkan bahwa alam negeri Arab seolah-olah tidak bersahabat dengan orang-orang Arab. Kondisi alam yang memiliki pengaruh besar, baik pada bentuk fisik dan psikis. Orang-orang Arab bertubuh kekar, kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tangguh, karena orang-orang yang lemah telah diseleksi oleh alam itu sendiri untuk dikeluarkan dari kehidupan dunia. Sedangkan pengaruh pada psikis ialah melahirkan watak-watak khas, baik yang positif maupun negative.

Nourouzzaman Shiddiqie menjelaskan sebagai berikut:
1.      Watak-watak Negatif yaitu:
a.       Sulit bersatu, manusia membutuhkan sumber-sumber yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Jika sumber itu sangat terbatas, maka manusia cenderung untuk memilikinya dalam kelompok kecil, bahkan kalau mungkin ingin dimiliki oleh dirinya sendiri. Hal inilah menjadi salah satu penyebab yang melahirkan watak Arab sulit bersatu.
b.      Gemar berperang.
c.       Kejam, ada dua hal yang dikemukakan untuk dijadikan bukti,bahwa orang Arab berwatak kejam, yaitu sering berperang dan membunuh bayi-bayi perempuan yang baru dilahirkan.
d.      Pembalas dendam, bangsa Arab yang kalah dalam peperangan akan tetap membalas dendamnya, mata dibalas dengan mata, jiwa harus dibayar dengan jiwa. Ini merupakan norma yang tidak bias ditawar lagi.
e.       Angkuh dan sombong, sifat pembalasan dendam tadi sebenarnya akibat yang lahir dari sifat angkuh dan sombong.
f.       Pemabuk dan penjudi, jika dikaitkan dengan sombong yang mereka miliki dan alamnya yang kejam yang diikuti kesulitan hidup, maka sifat orang Arab yang gemar mabuk-mabukkan dan berjudi ini hanya merupakan sebagian dari satu akibat saja.

2.      Watak-watak Positif, yaitu:
a.       Kedermawanan.
b.      Keberanian dan kepahlawanan.
c.       Kesabaran.
d.      Kesetian dan kejujuran.

Sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah melakukan dakwah di Mekkah. Beliau melakukan dakwah setelah menerima wahyu pertama pada malam senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriyah bertepatan dengan  6 Agustus 610 M. Pada saat  itu Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira dan Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama yaitu surat al-Alaq.
              
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah  menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


Ketika selesai menerima wahyu Nabi Muhammad pulang dengan kondisi menggigil ketakutan. Beliau meminta agar istrinya menyelimuti beliau kemudian menceritakan kejadian yang terjadi di Gua Hira.

Sebagai seorang istri yang sholeha dalam kondisi apapun selalu berusaha menenangkan hati suaminya begitulah yang dilakukan oleh Khadijah. Khadijah  berusaha menenangkan hati Rosulullah yang sangat mengalami kegalauan pada saat itu. Setelah menenangkan Rosulullah, Khadijah pergi untuk menemui Waraqah ibn Naufal. Waraqah adalah paman dari Siti Khadijah beliau adalah seorang Nasrani yang banyak mengetahui naskah-naskah kuno.

Siti khadijah menceritakan kejadian yang dialami oleh suaminya kemudian Waraqah mengatakan bahwa yang datang itu adalah Namus (Jibril). Kemudian dia menjelaskan disuatu saat nanti beliau akan diusir oleh kaumnya sendiri.
Ketika beliau tidur kemudian turun ayat Al-Muddatsir.
        
Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!

 Kemudian beliau menyampaikan kepada istrinya tentang perintah Jibril untuk menyampaikan dakwahnya kepada umatnya. Kemudian beliau bertanya kembali umatnya itu yang mana. Dengan demikian wahyu yang turun kedua ini merupakan penobatan Rouslullah sebagai utusan Allah.

Untuk mengawali dakwah Rosulullah SAW ada berbagai metode dakwah yang dilakukan oleh beliau diantaranya:

1.  Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Pada periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah Islam dilingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Disamping itu, juga banyak rang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang lebih dulu masuk Islam. Mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Waqqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam).

Pada persiapan dakwah yang berat maka dakwah pertama beliau mempersiapkan mental dan moral. Oleh sebab itu beliau mengajak manusia atau umatnya untuk:
1.      Mengesakan Allah;
2.      Mensucikan dan membersihkan jiwa dan hati;
3.      Menguatkan barisan;
4.      Meleburkan kepentingan diri di atas kepentingan jamaah.

2. Dakwah secara terang-terangan dan terbuka
Setelah  beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau firman untuk melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan:
  
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.( QS: Hijr:94)

Dengan datang atau turunnya perintah itu Nabi mulai berdakwah secara terang-terangan, mula-mulanya nabi mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka “saya tidak melihat seorang pun dikalangan Arab yang membawa sesuatu ketengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yabng terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah diantara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Tapi mereka semua menolak kecuali Ali.

Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum. Maka Rasulullah naik ke bukit Shafa dan memanggil orang Makkah, beliau bersabda “Bagaimana bila aku mengatakan pada kalian bahwa dilembah sana ada seekor kuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayai apa yang saya ucapkan?” mereka menjawab “ ya , kami percaya karena kami belum pernah mendapatkan engkau berdusta” maka Rasulullah bersabda “Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian tentang siksa yang sangat pedih”. Lalu Rasul mengajak mereka untuk beriman kepada Allah.

Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah Nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada Nabi ataupun pada para pengikut Nabi.

Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy agar Nabi menghentikan dakwahnya, saat itu mereka tidak berani melukai Nabi karena perlindungan dari pamanya Abi Thalib yang sangat disegani dikalangan masyarakat saat itu. Para pengikut Nabi yang juga termasuk kalangan bangsawan terselamatkan dari siksa kaum Quraisy saat itu, dan bagi mereka yang tidak memiliki perlindungan, harus menahan siksa yang pedih dari kaum Quraisy saat itu. Nabi juga mendapatkan jalan buntu dalam dakwahnya. Intinya Nabi dan para pengikutnya mendapat hambatan serta siksaan baik secara fisik dan mental dari kaum Quraisy saat itu. Sehingga kemudian Nabi memutuskan untuk menyebarkan dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya akan berkembang dengan pesat alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan dari pemuka-pemuka Quraisy saat itu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dakwah beliau banyak mendapat tantangan yaitu sebagai berikut:
1.      Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
2.      Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3.      Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan diakhirat.
4.      Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agam Islam.
5.      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.

Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan dakwah Nabi Muhammad saw, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau, Abu Thalib, dan istri tercinta beliau, Khadijah. Tahun itu menjadi tahun kesedihan beliau sehingga dinamakan Amul Khuzn.
 Karena di Mekkah dakwah Nabi Muhammad saw mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah diluar Mekkah. Akan tetapi, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini hampir membuat Nabi Muhammad putus asa, sehingga untuk menguatkan hati beliau, Allah swt mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian itu. Berita itu menggemparkan masyarakat Mekkah. Dan ini kesempatan bagi orang-orang kafir untuk mendustakan Nabi Muhammad saw. Sedangkan bagi orang yang beriman ini merupakan ujian keimanan.

c. Peristiwa Hijrah Dan Pembentukan Negara Islam Di Madinah Dengan Adanya Piagam Madinah
Penduduk Yatsrib sebelum islam terdiri dari dua suku bangsa yaitu arab dan yahudi yang keduanya ini saling bermusuhan. Karena kegiatan dagang di Yatsrib dikuasai atau berada di bawah kekuasaan yahudi. Waktu permusuhan dan kebencian antara kaum yahudi dan arab semakin tajam, kaum yahudi melakukan siasat memecah belah dengan melakukan intrik dan menyebarkan permusuhan dan kebencian diantara suku Aus dan Khazraj. Siasat ini berhasil dengan baik, dan mereka merebut kembali posisi kuat terutama dibidang ekonomi. Bahkan siasat yahudi itu mendorong suku khazraj bersekutu dengan bani qainuqah (yahudi), sedangkan suku aus bersekutu dengan bani quraizah dan bani nadir. Klimaks dari permusuhan dua suku tersebut adalah perang Bu’as pada tahun 618 M seusai perang baik kaum aus maupun khazraj menyadari, akibat dari permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai.

Setelah kedua suku berdamai dan suku khazraj pergi ke Makkah, dan setelah di Makkah Nabi Muhammad SAW menemui rombongan mereka pada sebuah kemah. Beliau memperkenalkan islam dan mengajak mereka agar bertauhid kepada Allah SWT karena sebelumnya mereka telah mendengar ajaran taurat dari kaum yahudi dan mereka tidak merasa asing lagi dengan ajaran Nabi maka mereka menyatakan masuk islam dan berjanji akan mengajak penduduk Yastrib masuk islam. Setibanya di Yatsrib meraka bercerita kepada penduduk tentang Nabi Muhammad SAW, dan agama yang dibawanya serta mengajak mereka masuk islam. Sejak itu nama Nabi dan Islam menjadi bahan pembicaraan masyarakat arab di Yatsrib.

Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, ada suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah) yang berhaji ke Mekkah. Mereka yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khajraj, masuk Islam dalam tiga gelombang.
1.      Pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khajraj berkata kepada Nabi: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khajraj dan ‘Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkau ini.”
2.      Pada tahun kedua belas ke-nabian delegasi Madinah, terdiri dari sepuluh orang suku Khajraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita menemui nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Dihadapan nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Madinah sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab ibn Umair yang sengaja diutus nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian “Aqabah pertama.” Pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang dating ke Yatsrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada nabi agar berkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela nabi dari segala macam ancaman. Nabi pun menyetujui Aqabah kedua.


Tatkala gejala-gejala kemenangan di Yatsrib (Madinah) Nabi menyuruh para sahabatnya untuk berpindah ke sana. Dalam waktu dua bulan hampir semua kaum muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota makkah untuk mencari perlindungan kepada kaum muslimin yang baru masuk di Yatsrib.

Kaum Quraisy sangat terperanjat sekali setelah mereka mengetahui bahwa Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yatsrib sehingga mereka khawatir kalau-kalau Muhammad dapat bergabung dengan pengikut-pengikutnya di Madinah dan dapat membuat markas yang kuat di sana. Kalau demikian terjadi, maka soalnya bukan hanya mengenai soal agama semata-mata, tetapi juga menyinggung soal ekonomi yang mungkin saja mengakibatkan kehancuran perniagaan dan kerobohan rumah tangga mereka karena kota Yatsrib terletak pada lin perniagaan mereka antara Makkah dengan Syam.

Bila penduduk Yatsrib bermusuhan dengan mereka maka perniagaan mereka dapat saja mengalami keruntuhan. Oleh karena itu salah satu jalan yang harus mereka tempuh ialah melakukan sesuatu tindakan yang menentukan agar dapat menumpas “keadaan buruk ini” yang akan mendatangkan bencana bagi agama dan pintu-pintu rizki mereka.

Setelah melihat dampak yang sangat besar yang dapat merugikan ekonomi dan perniagaan mereka maka mereka melakukan sidang untuk permasalahan tindakan apa yang harus mereka lakukan. Setelah melakukan persidangan akhirnya jalan satu-satunya ialah dengan membunuh Muhammad, tetapi bagaimana membunuhnya? Kaum keluarga Muhammad tentu tidak akan diam begitu saja mereka tentu saja akan membunuh pula siapa yang membunuh Muhammad.

Akhirnya Abu Jahal menemukan ide yang paling aman yaitu: masing-masing kabilah harus memilih seorang pemuda yang akan membunuh bersama-sama. Dengan demikian seluruh kabilah bertanggung jawab atas kematian Muhammad dan Bani Abu Manaf tidak mampu menuntut bela terhadap seluruh kabilah. Akirnya Bani Abu manaf akan menerima saja pembayaran yang dibayarkan oleh seluruh kabilah kepada mereka.

Nabi memberitahukan akan hal ini kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar meminta kepada Nabi, supaya diizinkan menemani beliau dalam perjalanan ke Yatsrib. Nabi setuju, dan Abu Bakar mempersiapkan untuk perjalanannya. Kemudian Nabi menyuruh Ali bin Abi Thalib menempati tempat tidur beliau, supaya kaum musyrikin mengira bahwa beliau masih tidur. Kepada Ali diperintahkan juga, supaya mengembalikan barang-barang yang ditumpangkan kepada beliau, kepada pemiliknya masing-masing.

Ketika Nabi dan Abu Bakar keluar dari rumah, Nabi menserakkan pasir ke hadapan para kafir qurais dengan berkata: “Alangkah kejinya mukamu” seketika kafir Quraisy tak sadarkan diri dan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi dan Abu Bakar telah keluar rumah.
         
   Adapun perjalanan yang dilakukan Nabi itu, digambarkan oleh Ibnu Hisyam, sebagai berikut: Rasulullah datang dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Abu Bakar, kemudian mereka berdua keluar dari pintu kecil di belakang pintu rumah, menuju sebuah Gua di bukit Tsur sebelah selatan kota Makkah lalu mereka masuk ke gua itu.

Dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi, sebagai pusat peribadatan, tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Makkah.

 Semetera itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini menyambut kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan.

Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap Nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatul Muhawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat diantaranya terdapat tiga dasar yaitu:
1.      Pembagunan masjid, selain tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin.
2.      Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim, antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar.
3.      Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.


Dengan terbentuknya negara Madinah, islam makin bertambah kuat. Selain tiga dasar di atas, langkah awal yang ditempuh Rasullullah setelah resmi mengendalikan Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan mempersaudarakan orang muhajirin dan anshar. Langkah ini dilakukan sejak awal untuk menghindari terulangnya konflik lama diantara mereka. Dengan cara ini, akan menutup munculnya ancaman yang akan merusak persatuan dan kesatuan dalam tubuh umat islam. Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan orang-orang munafik (hipokrif) yang berupaya menyulut api permusuhan antara Aus dan Khazraj, antara muhajirin dan ansar.

Setelah itu Rasulullah juga berupaya menyatukan visi para pengikut Nabi dalam rangka pembentukan sistem politik baru dan mempersekutukan seluruh masyarakat Madinah, sementara itu agar bangunan kerukunan menjadi lebih kuat, Rasulullah membuat konvensi dengan orang-orang yahudi. Dalam konteks ini tampak kepiawaian Nabi dalam membangun sebuah sisem yang mengantisipasi masa depan. Di Madinah, Nabi bersama semua elemen pendudukk Madinah berhasil membentuk structur religio politics atau ”Negara Madinah”.

Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah secara bersama menandatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan hidup bersama yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau Piagam Madinah (Mi’tsaq Al-Madinah).

Piagam Madinah merupakan bentuk piagam pertama yang tertulis secara resmi dalam sejarah dunia. Sebagai gambaran awal, Piagam Madinah adalah undang-undang untuk mengatur sistem politik&sosial masyarakat pada waktu itu. Rasulullah yang memperkenalkan konsep itu.

Sejarah mencatat, Islam telah mengenal sistem kehidupan masyarakat majemuk.Kebhinnekaan.Yakni melalui piagam ini. Ketika itu, umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib, yang berubah nama menjadi Madinah. Di madinah, Nabi SAW meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru di bawah kepemimpinan beliau.

Masyarakat baru ini adalah masyarakat majemuk, asalnya dari 3 golongan penduduk.
1.      Kaum Muslim; Muhajirin&Anshar. Mereka adalah kelompok mayoritas. 
2.      Kaum musyrik, orang2 yang berasal dari suku Aus & Khazraj yang belum masuk Islam. Kelompok ini golongan minoritas.
3.      Ketiga adalah kaum Yahudi.

Setelah 2 tahun hijrah, Rasulullah mengumumkan aturan & hubungan antarkelompok masyarakat yang hidup di Madinah.  Melalui Piagam Madinah, Rasulullah SAW ingin memperkenalkan konsep negara ideal yang diwarnai dengan wawasan transparansi,partisipasi. Melalui Piagam Madinah ini, Rasulullah SAW juga berupaya menjelaskan konsep kebebasan. Dan tanggung jawab sosial-politik secara bersama. Karena itu, istilah civil society yang dikenal sekarang itu erat kaitanny dengan sejarah kehidupan Rasulullah di Madinah. Dari istilah itu, juga punya makna ideal dalam proses berbangsa & bernegara. Tercipta masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar