Sabtu, 11 Februari 2017

Sejarah Dinasti Bani Abbasiyah

Sejarah Dinasti Bani Abbasiyah - Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Dinasti Umayyah. Dengan warisan tersebut, mereka dapat untuk mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan oleh Dinasti Umayyah yang besar dan Abasiyyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abasiyyah  bukan hanya sekedar penggantian dinasti, tetapi merupakan suatu revolusi dalam sejarah Islam. Sehingga pada perkembangannya akan banyak melahirkan ilmuan-ilmuan dan penemuan-penemuan baru. Dan revolusi ini suatu titik balik yang sama pentingnya dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia di dalam Sejarah Barat


Sejarah Dinasti Bani Abbasiyah
Sejarah Dinasti Bani Abbasiyah

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah. Nama Dinasti Abbasiyah diambil dari salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib Ibn Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari Bani Hasyim yang secara nasab keturunan yang lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah

Pada saat pergantian kekuasaan dari Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah banyak diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.

Dalam sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, menjelang berakhirnya akhir Dinasti Umayyah, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.  Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.  Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3.  Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H.

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pasukan Marwan ibn Muammad (pasukan Dinasti Umayyah) melawan pasukan Abdul Abbas.  Pemberontakan tersebut terjadi akibat ketidakpuasan mereka tehadap khalifah-khalifah sebelumnya. Dan akhirnya di menangkan oleh pasukan Abbas. Pasukan pemberontak terdiri dari kalangan Khawarij, Syi’ah, Mawali, dan Bani Abbas.
          
 Para Mawali bekerja sama dengan Bani Abbas, komando tertinggi gerakan Bani Abbas tidak menyisakan keluaga Umayah, karena perburuannya terhadap keluarga Umayyah itu, ia dijuluki dengan As-Safah yang berarti ” Penumpah darah” dan hanya Abdurahman ibn Marwah yang berhasil meloloskan diri.
       
  Abu Abbas kemudian didaulat menjadi khalifah pertama Bani Abbasiyah. Tahun 750 M diproklamasikan berdirinya pemerintahan Bani Abbasiyah di Kufah. Khalifah petamanya adalah Abu Abbas Ash Shaffah yang di baiat di Masjid Kufah.

Adapun dasar – dasar pendirian Dinasti Abbasiyah antara lain:
1.  Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul di dinasti sebelumnya;
2.  Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan;
3.   Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan;
4.  Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam;
5.  Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja di antara ras-ras lain;
6.  Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka
           
Para ahli sejarah membagi pemerintahan bani Abbasiyah menjadi 5 periode yang didasarkan pada kondisi politik pemerintahan.

1. Periode Pertama (tahun 750 – 847 M)
Pada periode ini terdapat pengaruh persia yaitu masuknya keluarga Barmak dalam pemerintahan Bani Abbasiyah dan dalam bidang ilmu pengetahuan. Puncak kejayaan terjadi pada periode ini yaitu ketika di pinpin oleh khalifah Harun Al Rasyid. Semua sektor perekonomian maju, ilmu pengetehuan berkembang pesat sehingga rakyat menjadi sejahtera.

2. Periode kedua (tahun 847 – 945 M)
Bangsa Turki yang menjadi tentara mulai mendominasi pemerintahan Bani Abbasiyah. Mereka memilih dan menentukan khalifah sesuai dengan kehendaknya. Pada masa ini Bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran.

3. Periode ketiga (tahun 945 – 1055 M)
Pada masa Bani Abbasiyah di bawah kekuasaan Bani Buwaihi. Khalifah posisinya makin lemah hanya seperti pegawai yang digaji saja karena Bani Buwaihi berpaham Syi’ah sedangkan Bani Abbasiyah berpaham Sunni.

4. Periode keempat (tahun 1055 – 1199 M)
Periode ini ditandai dengan masuknya Bani Saljuk dalam pemerintahan Bani Abbasiyah karena telah mengalahkan Bani Buwaihi. Keadaan khalifah mulai membaik terutama bidang agama karena Bani Saljuk dengan Bani Abbasiyah sama-sama sepaham Sunni.

5. Periode kelima (tahun 1199 – 1258 M)
Pemerintahan Bani Abbasiyah tidak berada di bawah kekuasaan siapapun tetapi wilayah kekuasaannya hanya tinggal Baghdad dan sekitarnya. Pada tahun 1258 M, tentara Mongol dipinpin oleh Hulagu Khan masuk kota Baghdad menghancurleburkan kota Baghdad dan isinya, sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah.

peta kekuasaan bani abbasiyah
peta kekuasaan bani abbasiyah

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

B. Kondisi Pemerintahan Dan Politik Dinasti Bani Abbasiyah
Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-beda sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan politik terbagi menjadi lima periode, yakni:
1. Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847)
Masa ini di awali sejak Abu Abbas menjadi khalifah (123 H/750 M) dan berlangsung hampir satu abad hingga meninggalnnya Khalifah Al-Wasiq (232 H/847 M). masa ini dianggap sebagai masa keemasan Abbasiyah karena berhasil memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut kaspia ke sungai Nil.

Salah satu karakteristik pemerintahan Dinasti Abasiyyah adalah menghilangkan Arabisme sehingga dengan adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia dan Turki. Hal ini menjadi keragaman masyarakat  faktor yang menguntungkan  bagi Negara. Dengan hilangnya Arabisme dalam pemerintahan, mendorang munculnya banyak tokoh pemerintahan selain bangsa Arab.

Akan tetapi, di sisi lain hal ini pula yang menjadikan pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak efektif pada masa selanjutnya yaitu ketika pemerintahan hampir mayoritasnya dipegang oleh bangsa Buwaihi dan Saljuk.

            Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut. Masa inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya. 
Adapun khalifah Bani Abbasiyah pada periode ini adalah:
a.  Abu Abbas as-Saffah            ( 132-137 H/ 750- 754M)
b.  Abu Ja’far al-Mansur (137-159 H/ 754-775 M)
c.   Al-Mahdi                      (159-169 H/ 775-785 M)
d.  Al-Hadi                         (169-170 H/ 785-786 M)
e.  Harun ar –Rasyid       (170-194 H/ 786-809 M)
f.    Al-Amin                                    (194-198 H/ 809-813 M)
g.  Al-Ma’mun                   (198-218 H/ 813-833 M)
h.  Al-Mu’tasim                 (218-228 H/ 833-842 M)
i.    Al-Wasiq                      (228-232 H/ 842-847 M)

2. Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945),
 Ada 13 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi. Pada masa ini pula dinamakan pada masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya menjalar kenegara yang lebih luas, sehingga banyak negara yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah dan menjadi wilayah yang merdeka, misalnya Afrika Utara, Spanyol, Persia. 

Adapun khalifah Bani Abbasiyah pada periode ini adalah:
a.  Al-Mutawakkil             (232-247 H/847-861 M)
b.  Al-Muntashir               (247-248 H/861-862 M)
c.   Al-Mustain                   (248-252 H/862-866 M)
d.  Al-Mu’tazz                    (252-255 H/866-869 M)
e.  Al-Muhtadi                   (255-256 H/869-870 M)
f.    Al-Mu’tamid                 (256-279 H/870-892 M)
g.  Al-Mu’tadhid                (279-289 H/892-902 M)
h.  Al-Muktafi                    (289-295 H/902-908 M)
i.    Al-Muqtadir                  (295-320 H/908-932 M)
j.    Al-Qahir                        (320-323 H/932-934 M)
k.   Ar-Radhi                      (323-329 H/934-940 M)
l.    Al-Muttaqi                    (329-333 H/940-945 M)
m. Al-Mustakfie                (332-334 H/944-946 M)

3.  Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (334-447 H/945-1054 M)
Ada 5 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz Ad Daulah menurunkan Khalifah Muktafie.

Masa Dinasti  Buwaihiyyah ini, Dinasti Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu: 
a.    Adanya pemerintahan tandingan, yaitu berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187)
b.    Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni. Sebenarnya, Buwaihiyyah merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan dihukum atau disiksa. Namun pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena harus berhadapan dengan masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad
Adapun khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode ini adalah:
a.  Al-Mustakfiy (945-946 )
b.  Al-Muti’ (946-974 )
c.   Al-Tâ’i (974-991 )
d.  Al-Qadîr (991-1031 )
e.  Al-Qhâ’im (1031-1075 )

4.  Periode Dinasti Saljuk Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1199 M)
Masa ini berawal ketika Saljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 9.

Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.
a.    Al-Qa’im (422-467 H/1031-1074 M)
b.    Al-Mustanzir (467-487 H/1075-1094 M)
c.    Al-Muqtadi (487-512 H/1094-1118 H)
d.   Al-Mustarshid (512-529 H/1118-1134 H)
e.    Al-Rasyid (529-530 H/1134-1135 M)
f.     Al-Muqtafi (530-555 H/1135-1160 M)
g.    Al-Mustanjid (555-566 H/1160-1170 M)
h.    Al-Mustadi’ (566-575 H/1170 H-1180 M)
i.      Al-Nasir (575-622 H/1180-1225 M)

5. Bebas Dari Pengaruh Lain (1199-1258)
Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum Khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjadi pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg. Berkuasanya kaum Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar  Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam lainnya hingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan

Adapun khalifah Bani Abbasiyah pada periode ini adalah:
a.  Al-Nasir (575-622 H/1180-1225 M)
b.  Al-Zahir (622-623 H/1225-1226 M)
c.   Al-Mustansir (623-640 H/1226-1242 M)
d.  Al-Musta’sim (640-656 H/1242-1258 M) 

C. Kemajuan Yang Dicapai Dinasti Bani Abbasiyah

1. Bidang pemerintahan
a.   Memindah ibukota pemerintahan ke Baghdad
b.  Melakukan konsolidasi dan penertiban  pemerintahan
c.   Mengangkat sejumlah personal untuk menduduki pemerintahan lembaga yudikatif dan eksekutif
d.  Mengangkat wazir sebagai koordinator departemen
e.  Membangun lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata
f.    Pemanfaatan kembali jawatan pos dengan ditambah fungsinya.
g.  Menaklukkan kembali daerah yang memisahkan diri.
h.  Memantapkan keamanan di daerah perbatasan

2. Bidang ekonomi
a.  Peningkatan pembangunan irigasi
b.  Meningkatkan hasil pertambangan (perak, emas, tembaga dan besi)
c.    Perdagangan transit antara timur dan barat
d.  Barang barang hasil dari wilayah bagian timur di perdagangkan dengan barang barang hasil dari wilayah barat.
e.  Perkembangan industri seperti kain linen (mesir), sutra dari Syiria dan Irak. Kertas dari samarkand serta berbagai produk pertanian sepertin gandum dari Mesir dan kurma dari Irak.
f.    Perdagangan melalui jalur laut dan darat

3. Bidang pendidikan
a.  Menerjemahkan manuskrip bahasa asing (Persia dan Yunani) kedalam bahasa Arab
b.  Didirikannya perpustakaan Bait Al Hikmah sebagai perpustakaan negara, pusat penelitian, pusat kegiatan studi dan riset astronomi dan matematika
c.   Dibangunnya lembaga-lembaga pendidikan
d.   Pembagian Lembaga pendidikan kedalam dua tingkat yaitu
-Maktab dan Masjid sebagai lembaga pendiddikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar pendidikan, hitungan dan tulisan, dan tempat remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
-Tingkat pendalaman bagi pelajar yang ingin menuntut ilmu dengan pergi pada seseorang guru atau beberapa ahli yang pelaksanaannya di rumah para ahli atau di masjid, bagi anak penguasa biasanya mengundang para ahli
e.  Berkembangnya ilmu filsafat dan sastra serta perkembangan dalam bidang  astronomi, ilmu matematika, dan ilmu kedokteran.
f.    Perkembangan dalam hukum Islam diantaranya terdapatnya 4 imam mazhab besar
g.  Di bidang ilmu filsafat diantaranya Al Farabi, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusd
h.  Di bidang optika terdapat Abu Ali Al Hasan, Ibnu Al Haytami, tentang teori cahaya.
i.    Di bidang matematika Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi dengan teori ilmu aljabar.
j.    Di bidang ilmu sejarah dikenal Al Mas’udi dengan karyanya Muruj Al Zahab Wa Maadzin Al Jawahir
k.   Di bidang kedokteran terdapat Ar Razi dan Ibnu Sina

4. Bidang sosial
a.  Pembangunan rumah sakit seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran
b.  Pembangunan sarana dan prasarana
c.   Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat

5. Bidang kebudayaan
Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa lain sehingga mempengaruhi pola pemikiran dan memiliki hasil yang bernilai guna


D. Kehancuran Dinasti Abbasiyah
            diantara hal yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut 
1. Persaingan Antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Dinasti Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Dinasti Umayyah berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khilafah Abbasiyah berdiri.

2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang  ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik.

3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Konflik yang muncul menjadi isu sentra sehingga menyebabkan perpecahan. Berbagai alirn keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah (Sunni), dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.

4. Perang Salib
Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.

5. Serangan Bangsa Mongol
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah seolah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota dihancurkan pasukan Mongol, termasuk  meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu, dan membakar buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk dan pada tahun 1508 M oleh tentara kerajaan Syafawi. 

Serangan Bangsa Mongol
Serangan Bangsa Mongol


Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim dibunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu. Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.

Jumat, 10 Februari 2017

Sejarah Asal Usul Agama Hindu

Sejarah Asal Usul Agama Hindu - India adalah negeri yang serba ganda, ganda dalam suku bangsa, ganda dalam budaya, dan ganda dalam soal kepercayaan. Oleh sebab itu, mempelajari agama Hindu terasa mengalami kesulitan. Jika kita lihat dari sudut pandang ilmu bangsa-bangsa, India adalah tanah yang beraneka ragam dan akibatnya ialah orang dapat melihat suatu kebudayaan yang beraneka ragam. Jika kita ibaratkan, agama Hindu itu seperti pohon besar yang memiliki cabang yang sangat banyak yang melambangkan berbagai pemikiran keagamaan. Namun itu tidak menyurutkan niat penulis untuk membuat makalah ini dan untuk mempermudah dalam pemahaman, penulis  berusaha menunjukan garis-garis besar yang menghubungkan berbagai gejala dan aliran itu yang satu dengan yang lain .


Sejarah Asal Usul Agama Hindu
Sejarah Asal Usul Agama Hindu

A. Sejarah Asal Usul Agama Hindu
Agama Hindu adalah agama yang tertua di dunia. Agama ini telah melewati perjalanan sangat panjang yang bermula dari abad ke 15 SM hingga sekarang. Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama Sanatana Dharma yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Tidak banyak yang tahu soal asal mula agama Hindu. Hal ini karena sejarah agama tersebut telah ada sebelum masa penulisan sejarah berkembang. Agama Hindu diyakini terbentuk dari beberapa keyakinan yaitu, keyakinan bangsa Arya dan keyakinan bangsa Dravida. Agama ini tidak seperti agama-agama lain, dalam agama Hindu tidak dapat diketahui secara pasti siapa pembawa pertama ajaran-ajarannya. Ini merupakan salah satu kesulitan dalam mempelajari agama Hindu.

Nama Hindu yang sekarang lazim dikenal dan telah dipergunakan secara umum di seluruh dunia, merupakan nama asing karena nama itu diberikan oleh orang yang bukan Hindu. Nama India dijelaskan dari nama sungai Sindbu, yang mengairi daerah barat India. Bangsa Persia menyebut sungai itu sungai Hindu. Kemudian nama ini diambil alih oleh orang Yunani, sehingga nama itulah yang terkenal di dunia barat.

B. Sejarah India Kuno
India kuno dipisahkan dari bagian-bagian Asia yang lain oleh bukit-bukit yang tinggi dan terjal yaitu, dibagian barat  oleh tanah Pegunungan Hindu Kush, di bagian utara oleh bukit-bukit Pegunungan Himalaya dan di sebelah timur oleg tanah pegunungan yang memisahkan India dari Birma. Pegunungan Windhya yang membujur dari barat ke timur membagi India menjadi dua bagian, yaitu: India Utara dan India Selatan.

Sejarah India Kuno
Sejarah India Kuno
India Utara memiliki dua lembah sungai yang luas dan subur, tempat kekayaan yang melimpah-limpah dan tempat kerajaan-kerajaan besar berkembang, yaitu lembah sungai Indus atau Sindhu di sebelah barat, dan lembah lembah sungai Gangga di tengah dan timur. Kedua lembah ini lembah ini dipisahkan oleh  Padang Pasir Thar atau Rajasthan dan dataran tinggi Kuruksetra, yang pada zaman kuno merupakan medan pertempuran bangsa-bangsa yang ingin atau mempertahankan India.

India selatan terdiri dari tanah pegunungan Windhya di sebelah utara dan lembah pantai di sebelah timur, selatan dan barat, sedangkan di tengah-tengah terdapat suatu dataran tinggi Dekhan, yang sukar sekali dimasuki. Sebagian besar dataran Dekhan adalah kering di sebalah barat maupun timur dataran ini dibatasi oleh jajaran bukit-bukit, demikian juga di sebelah timur. Pegunungan di sebelah barat lebih tinggi dari pada sebelah timur, sehingga banyak sungai yang mengalir ke timur. Hanya ada dua sungai yang mengalir ke barat. Daerah pantai merupakan daerah yang luas dan subur dengan banyak Kota dagangnya. Bangsa India sekarang ini adalah bangsa campuran. Diantara bangsa-bangsa yang memasuki India mempunyai pengaruh besar sekali atas bangsa India adalah bangsa Dravida dan bangsa Arya.

Bangsa Dravida tersebar di seluruh India. Tetapi di India utara mereka kemudian di desak oleh bangsa Arya yang memasuki Indiakira-kira tahun 1500 sebelum Masehi. Namun hal ini tidak berarti bahwa mereka dilenyapkan dari Indiautara. Mereka bercampur dengan bangsa Arya itu. Bangsa Arya termasuk bangsa Indo-Jerman. Dari mana mereka berasal tidak dapat diketahui dengan pasti ada kemungkinan mereka berasal dari Asia Tengah dan mereka ingin mencari tanah-tanah yang lebih subur sehingga pada zaman kuno itu mereka menyebar kemana-mana. Ada yang memasuki Eropa utara ada juga yang memasuki tanah Balkan, lalu menyebrang ke Asia kecil, menuju  Irandan akhirnya memasuki Indiamelalui celah-celah Halbar, di sebelah barat laut. Kemungkinan besar mereka memasuki Indiasecara bergelombang . dan dengan pelan-pelan mereka menduduki seluruh India utara.

1. Peradaban Lembah Sungai Indus

Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban India kuno dikenal sebagai peradaban Lembah sungai Indus. Luas geografi wilayah peradaban ini meliputi 1,25 juta km atau seluas Pakistansekarang. Dua kota yang sangat terkenal ini adalah Mohenjodaro di wilayah Pakistan Selatan sekarang dan Harappa di daerah Punjab. Kemakmuran peradaban Lembah Sungai Indus sangat bergantung pada intensifikasi pengelolaah lahan pertanian di sepanjang lembah. Di kawasan ini, petani mengembangkan budaya agraris. Dari hasil itu, mereka mampu menghasilkan gandum, sayuran, dan kapas. Petani juga berternak sapi, kerbau, dan babi. Peradaban sungai Indus berkembang selama kurang lebih seribu tahun. Namun,peradaban tersebut tampak muncul secara singkat dalam sejarah peradaban umat manusia karena mengalami kehancuran.

2. Peradaban Mohenjodaro dan Harappa
Dalam mempelajari peradaban dunia nama Indus lebih jauh lebih popular. Hal itu berhubungan dengan adanya penemuan besar pada abad ke 20 oleh jawaran Pemeriksaan Kebudayaan Kuno di India. Ketika itu mereka sedang melakukan penggalian tanah di sebuah kampung bernama Mohenjo-Daro dan Harappa yang berada di tepi lembah sungai Indus. Penggalian itu menghasilkan barang-barang berharga, antara lain perabot rumah tangga, lempengan-lempengan tanah yang berhiaskan gambar binatang dan pohon beringin, serta sisi-sisi bangunan gedung maupun sisi-sisi benteng. Bangunan tersebut paling banyak ditemukan di kampong Mohenjo-Daro. Oleh karena itu para ahli memperkirakan bahwa masyarakat yang tinggal di sungai Indus sudah mempunyai peradaban yang tinggi. Adanya perabot rumah tangga menandakan bahwa mereka sudah hidup bermasyarakat dan mempunyai kemampuan mengelola dan menyajikan makananseperti layaknya manusia sekarang.

3. Invansi Bangsa Arya
Banyak ahli sejarah menduga bahwa peradaban Mohenjodaro dan Harappa runtuh akibat serbuan bangsa Arya. Pengetahuan mengenai awal bangsa Arya diperoleh dari kitab Regweda, yang merupakan kitab tertua dan paling suci bagi umat Hindu. Kitab tersebut berisi beberapa informasi sejarah mengenai bangsa Arya dan suku-suku asli bangsa India. Bangsa Arya diperkirakan masuk ke India antara 2000 dan 1000 tahun sebelum Masehi. Kaum Arya, yang memisahkan diri dari kaum sabangsanya di Iran dan yang memasuki India melalui jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush.

Bangsa Arya
Bangsa Arya

Bangsa Arya itu, yang termasuk induk bangsa Indo-Eropa. Dari tempat mereka terakhir di daerah Asia pusat sebagaian dari mereka memasuki dan menetap di dataran tinggi Iran, dan sebagian lagi di Punjab (5 sungai). Di sepanjang sungai Sindhu terdapat suatu peradaban bangsa Dravida yang sudah tinggi sekali tingkatnya. Peradaban itu berpusat di kota-kota yang diperkuat dengan benteng-benteng. Setelah datang di India mereka menentap di dataran sungai Sindhu yang pada zaman itu masih subur, jadi di daerah itu mereka telah menjumpai suatu peradaban tua. Di dalam beberapa hal mereka sangat berbeda dengan bangsa Dravida. Kemudian mereka lebih jauh memasuki Indiasampai di tepi sungai Gangga dan sampai di sebelah selatan.

Pada waktu bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa setengah nomad (pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya dari pada pertanian. Bagi bangsa Arya kuda dan lembu adalah binatang-binatang yang sangat dihargai sehingga binatang-binatang itu dianggap suci. Dibandingkan dengan bangsa Dravida, maka bangsa Arya boleh dikatakan primitif. Mereka memasuki daerah yang sangat luas yang tertutup oleh hutan rimba yang tak terhingga, tempat tinggal banyak binatang dan seringkali sangat berbahaya. Orang-orang yang mereka jumpai di situ adalah orang-orang yang sangat asing bagi mereka mengenai bahasa, bentuk badan, air muka, kebudayaan dan mengenai cara hidupnya.

Mereka pun harus membereskan masalah-masalah sosial yang sukar, yakni kemurnian darah atau asimilasi (penyesuaian) dengan orang-orang bukan Arya. Walaupun tanah sangat subur dan kaya akan tumbuh-tumbuhan serta iklim sangat baik, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan penghidupan mereka, namun di dalam tempat-tempat pendudukan mereka yang kecil-kecil dan merupakan semacam desa-desa yang diperkuat di tengah-tengah hutan itu, mereka harus memecahkan soal-soal yang gawat.

Akhirnya mereka pun makin bercampur dengan bangsa Dravida dan dengan demikianlah terwujudlah akhirnya suatu kesatuan. Berkat peleburan kebudayaan Dravida yang tua itu dengan kebudayaaan Arya terjadilah kemudian kebudayaan India. Dahulu orang tidak tahu dengan tepat dan selalu memendang kebudayaan India seluruhnya sebagai kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya. Tetapi terutama setelah penggalian-penggalian tersebut di atas, berubahlah pandangan orang dan makin banyak diketahui, bahwa bermacam-macam unsure di dalam kebudayaan Indiaberasal dari kebudayaan Dravida yang tua itu.


Bangsa Arya datang dengan membawa bahasa Sansekerta. Mereka juga memperkenalkan sistem kasta, yang menempatkan orang-orang ke dalam bermacam-macam kasta atau warna berdasarkan kedudukan. Jadi dapatlah dikonstatir dengan jelas, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua buah sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang belainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur jadi satu.