Sejarah Andalusia - Spanyol merupakan tempat paling utama dan jembatan emas bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam dan hasil-hasil kebudayaan Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, social, perekonomian, maupun peradaban antarnegara. Orang-orang eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains. Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahan Islam yang berkembang di periode klasik.
|
Andalusia |
A. Proses Masuknya Islam di Spanyol
Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok ke selatan ujungnya hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika. Bangsa Grit tua menyebut selat sempit itu dengan tiang-tiang Hercules dan di seberang selat sempit itu terletak di benua Eropa. Selat sempit itu sepanjang kenyataan memisahkan lautan tengah dengan lautan atlantik.
Semenanjung Iberia, sebelum ditaklukkan bangsa Visighots pada tahun 507 M, didiami oleh bangsa Vandals. Justru wilayah kediaman mereka itu disebut dengan Vandalusia. Dengan mengubah ejaanya dan cara membunyikannya, bangsa Arab pada masa belakangan menyebut semenanjung Iberia itu dengan Andalusia.
Spanyol diduduki oleh umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghassani menjadi Gubernur di daerah itu. Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al-walid itu, Musa bin Nushair memperluas wilayah kekuasaanya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam proses penaklukan Spanyol ada 3 pahlawan Islam yang memimpin pasukan kesana yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Namun, yang sebagai perintis dan penyelidik kedatangan Islam ke Andalusia adalah Tariq ibn Ziyad. Ia yang telah memimpin pasukan tentera menyeberangi lautan Gibralta (Jabal Thariq) menuju ke semenanjung Iberia. Musa ibn Nushair pada tahun 711 M, mengirim pasukan Islam dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad yang hanya berjumlah 7000 orang dan tambahan pasukan 5000 personel yang memang tak sebanding dengan tentera pasukan Gothik yang berkekuatan 100.000 lengkap bersenjata. Namun, pada akhirnya, Thariq bin Ziyad mencapai kemenangan, dengan mengalahkan Raja Foderick di Bakkah dan menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, Toledo dan hingga akhirnya menguasai seluruh kota penting di Spanyol.
|
Peta andalusia |
Kemenangan-kemenangan Islam terlihat nampak begitu mudah. Tentu hal ini didorong oleh faktor-faktor baik karena tokoh-tokoh pejuang dan prajurit Islam yang kuat, kompak dan penuh percaya diri dan juga didorong oleh faktor-faktor yang menguntungkan Islam yakni kondisi sosial, politik dan ekonomi Spanyol yang buruk pada waktu itu.
B. Periode Kekuasaan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali Islam menginjakkan kaki di daerah Spanyol hingga masa jatuhnya, Islam memiliki peranan yang sangat penting dan besar dalam perkembangan umat Islam. Islam di Spanyol berjaya dan berkuasa selama tujuh setengah abad dan itu merupakan waktu yang sangat lama untuk mengembangkan Islam. Menurut Dr. Badri Yatim, sejarah panjang Islam di Spanyol dapat dibagi dalam beberapa periode:
1. Periode pertama (711-755M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai sempurna, berbagai gangguan masih terjadi baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Gangguan yang datang dari dalam yaitu berupa perselisihan diantara elit penguasa. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antar khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Adapun gangguan yang datang dari luar yaitu datangnya dari sisa-sisa musuh islam di Spanyol yang tinggal di daerah pegunungan.
2. Periode kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol di bawah pemerintahan Abbasiyah di Baghdad. Amir yang pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol, tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdurrahman Ad-Dakhil adalah keturunan dari bani umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Spanyol.
Pada periode ini, umat Islam mulai memperoleh kemajuan, baik dalam bidang politik atau pun peradaban. Islam pada saat itu mulai mengalami perkembangan yang begitu dashyat dan mampu memperluas wilayah kekuasaannya di daerah Spanyol. Abdurrahman Ad-Dakhil mendirikan mesjid cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol.
3. Periode ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya raja-raja kelompok (Muluk al-thawaif). Pada periode ini spanyol diperintah oleh penguasa dengan khalifah. Pada periode ini umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejaaan yang menyaingi daulah Abbasiyah di baghdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordoba. Perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi.
Abdurrahman III adalah seorang raja yang teramat sangat lama memerintah 50 tahun lamanya. 50 tahun dia membela kerajaan yang telah didirikan nenek moyangnya. Masa pemerintahan Abdurrahman III adalah masa yang amat gemilang dalam sejarah Arab Spanyol. Segala pemberontakan di padamkan, perpecahan disatukan disatukan kembali, perselisihan di hapuskan. Pada saat pemerintahan Abdurrahman III, islam telah sanggup mempertahankan kekuasaan arab di Spanyol. Ia juga meninggalkan jejak besar dalam sejarah tidak saja di semenanjung Iberia tetapi juga seluruh Eropa.
Setelah masa kekhalifahan Abdurrahman III yang dilanjutkan oleh puteranya, Al-Hakam II (961-976 M) dan putera Al-Hakam II, Hisyam II (976-1009 M). Namun, ketika Hisyam menduduki kepemimpinan dalam usia 11 tahun merupakan awal dari kehancuran Bani Umayyah di Spanyol. Hingga pada tahun 1013 M, Spanyol sudah terpecah menjadi negara-negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode keempat (1013-1086 M)
Pada masa ini Spanyol sudah terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti sevilla, Cordoba, Taledo dan sebagainya.
Pada periode ini umat islam di Spanyol kembali memasuki pertikaian intern. Ironisnya jika itu terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Namun, walau pun demikian, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari istana ke istana yang lain.
5. Periode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Islam di Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yakni kekuasaan dinasti marurabithun (1086-1143 M) dan dinasti muwahhidin (1146-1235 M):
a. Dinasti Murabitun
Dinasti murabitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang kuat dan besar yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyfim di Marocco, Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan kerajaan yang berpusat di marakesy. Dan akhirnya, islam dapat memasuki Spanyol dan dapat menguasainya.
Dalam perkembangannya selanjutnya, pada dinasti ini dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah sehingga mengakibatkan wilayah Saragossa dapat dikuasai oleh kaum Kristen pada tahun 1118 M. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
c. Dinasti Muwahhidun
Dinasti ini berpusat di Afrika Utara yang didirikan oleh Muhammad ibn Tumart. Pada masa ini telah berdiri dua kerajaan kecil-kecil yang kuat yaitu di Negeri Balansia (Valencia) dan Marsiah (Marcia). Dinasti ini datang ke Spanyol dibawah pimpinan Abd-Al-Mun’im. Dinasti ini mengalami banyak kemajuan dimana kota-kota muslim penting yakni Cordova, Almeria, dan Granada jatuh dibawah kekuasaannya. Akan tetapi dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran dimana pada tahun 1212 M, tentara Kristen berhasil memperoleh kemenangan di Las Navas de Tolesa. Dalam kondisi demikian umat muslim tidak mampu bertahan dari serangan-serangan kristen yang besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Hampir seluruh wilayah Spanyol islam lepas dari tangan penguasa islam.
6. Periode keenam (1248-1492 M)
Pada peride ini hanya berkuasa di granada di bawah Dinasti Ahmar atau daulat Nasriyah (1232-1492 M). Dinasti ini yang mendirikan istana Alhambara di kota Granada tu. Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abbdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Ia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh muhammad bin sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa ini Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah, dan Abu Abdullah naik tahta.
Ferdinand dan Isabella akhirnya mempersatukan dua kerajaan besar Kristen yaitu negeri Aragon dan Castillia melalui perkawinan. Setelah bersatu, mereka mempersatukan kekuatan memerangi kerajaan Granada pada tahun 1492 M. Namun, pada akhirnya mereka menyerang balik terhadap kekuatan Abu Abdullah. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan penguasa Kristen tersebut sehingga pada akhirnya Abu Abdullah kalah dalam peperangan tersebut. Abu Abdullah akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, sedangkan Abu Abdullah hijrah ke Afrika Utara.
Dengan jatuhnya kerajaan Bani Ahmar, berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492 M sampai tinggal sisa-sisanya yang kemudian dipaksa oleh paus-paus di Roma untuk memeluk agama Nasrani. Maka, ada yang memeluk nasrani dengan terpaksa, ada yang dibunuh dan ada yang masih tetap memeluk agama nenek moyangnya dengan diam-diam. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat islam di wilayah ini. Walau pun islam telah berjaya dan dapat berkuasa di sana selama hampir tujuh setengah abad lamanya.
C. Perkembangan Peradaban Islam di Andalusia
1. Perkembangan Politik
Pada waktu Bani Umayyah (661-750 M) yang berpusat di Damaskus jatuh pada tahun 132 H (750 M) dan digantikan oleh Bani Abbasiyah yang berkedudukan di Baghdad. Pada saat itu terjadi pembunuhan massal serta pengejaran terhadap sisa-sisa keluarga Umayyah, terdapat seorang amir yang dapat meloloskan diri dan selamat dari pembantaian, ia bernama Amir Abdurrahman bin Muawiyyah bin Hisyam bin Abdil Malik. Ia memasuki Mesir, Barca (Libya), dan Afrika Utara. Selama berjuang selama tidak kurang dari enam tahun, Abdurrahman berhasil memasuki Andalusia.
Pada awalnya, amir yang memegang kekuasaan terakhir di Andalusia menjelang tahun 138 H (756 M) adalah seorang wali Yusuf ibnu Abdirrahman Al-Fihri dari suku Mudhari yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an M, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Dan pada tahun 746 M, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus. Namun pada tahun 756 M, Abdurrahman melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba sehingga ia dijuluki “Abdurrahman Addakhil” dengan gelar Amir Kordoba (Abdurrahman I). Dapat dikatakan bahwa Abdurrahman I merupakan “founding father” Daulah Umayyah di Andalusia dan sekaligus sebagai peletak dasar kebangkitan kebudayaan Islam di Andalusia.
2. Perkembangan Pembangunan
Kemajuan Bani Umayyah di Andalusia diraih pada masa pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil. Kemajuan Kordova ditandai dengan pembangunan yang megah diantaranya:
a. al-Qashr al-Kabir , kota satelit yang didalamnya terdapat gedung-gedung istana megah.
- Rushafat, istana yang dikelilingi oleh taman yang di sebelah barat laut Cordova.
- Masjid jami’ Cordova, dibangun tahun 170 H/786 M yang hingga kini masih tegak.
- Al-Zahra, kota satelit di bukit pegunungan Sierra Monera pada tahun 325 H/936 M. Kota ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya) dan air mengalir ditengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan (margasatwa), pabrik senjata, dan pabrik perhiasan.
3. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan baru spanyol juga didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad ke-9 dan abad ke-10. Perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjual-belikan , meliputi buah ceri, apel, buah delima, pohon ara, buah kurma, tebu, pisang, kapas, rami dan sutera. Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah barat laut Tengah. Beberapa kota seperti seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan internasional.
4. Perkembangan Intelektual
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak sekali kontribusi bagi kebangunan budaya Barat. Kebangkitan intelektual dan kebangunan kultural Barat terjadi setelah sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami dan menimba begitu banyak ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk dapat menerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan. Banyak sarjana-sarjana Eropa yang berdatangan ke kota Toledo untuk belajar dan mendalami buku-buku ilmu pengetahuan Islam. Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Sains dan Teknologi.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah(penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Mujareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan sumbangan intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan llmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol. Disamping dari faktor kemajemukan masyarakatnya, negeri yang subur juga mendorong negeri Spanyol dalam mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Berikut dibawah ini uraian mengenai perkembangan intelektual di masing-masing bidang:
a. Astronomi
Di bidang astronomi, sarjana Islam al-Khawarizmi banyak sekali memberikan sumbangannya dengan karya-karyanya dan mempunyai pengaruh terbesar terhadap kontribusi ilmu pasti diantara semua penulis di abad pertengahan. Ia menulis buku al Jabr wa al-Muqabalah, yang memuat daftar astronomi yang tertua dan al-Khwarizmi merupakan orang pertama yang menyusun buku ilmu berhitung dan aljabar.
Namun disamping itu, tokoh yang paling terkenal dalam ilmu astronomi adalah Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang. Ada pula Al-majiriyah dari Cordova, al-Zarqali dari Toledo dan Ibn Aflah dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.
b. Matematika
Ilmu eksakta yakni matematika mulai berkembang karena didorong dengan adanya perkembangan filsafat. Ilmu pasti dikembangkan orang Arab berasal dari buku India yaitu Sinbad, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-fazari (154 H/ 771 M). Dengan perantara buku ini, kemudian Nasawi seorang pakar matematika memperkenalkan angka-angka India seperti 0,1, 2, hingga 9), sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal dengan angka Arab.
c. Filsafat
Sumbangan Islam dalam filsafat tak kurang pula terhadap dunia Barat. Minat filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M di masa Khilafah Bani Umayyah, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). Karya-karya ilmiah dan filosofis dalam jumlah besar diimpor dari Timur, sehingga Cordova menjadi perpustakaan dan universitas besar yang dapat menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan didunia Islam. Dalam keadaan ini, maka Spanyol banyak melahirkan filosof-filosof besar.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh (Ibn Bajjah). Ia lahir di Saragosa, lalu pindah ke Sevilla dan Granada. Ia bersifat etis dan eskatologi dalam masalah yang dikemukakannya seperti al-Farabi dan Ibn Sina. Magnum opusnya adalah tadbir al-Mutawahhid.Tokoh kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy (sebuah dusun kecil disebelah timur Granada. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Abad 12 sampai abad 16, aliran Ibn Rusyd (1126-1198 M) mendominasi lapangan filsafat di Iberia dan Eropa. Ibn Rusyd dari Cordova ini, dikenal sebagai komentator pikiran-pikiran Aristoteles sehingga dijuluki Aristoteles II. Ia juga memiliki ciri kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah tentang keserasian filsafat dan agama. Sedang al-Kindi terkenal dengan menggabungkan dalil-dalil Plato dan Aristoteles dengan cara Neo-Platonis.
d. Kedokteran
Ada banyak sumbangan Islam yang sangat menonjol dan telah menjadi dasar kemajuan Barat dalam ilmu kedokteran. Dokter Islam, al-Kindi (809-873 M), telah menulis buku Ilmu Mata yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Optics. Selain itu, terkenal pula ar-Razi (865-925 M) yang oleh orang Barat-Latin disebut Rhazez. Ia mengarang sebuah buku kedokteran berjudul al-Hawi. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Faraj bin Salim (seorang tabib Yahudi dari Sicilia) ke dalam bahasa Latin dengan judul Continensatas perintah Raja Farel dari Anyou. Ia memuat dan merangkum ilmu ketabiban dari Persi, Yunani dan Hindu, dan hasil-hasil penyelidikan.
Ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang ahli bedah terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di antara karyanya yang terkenal adalah al-tasrif terdiri dari 30 jilid. Selain al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat al-Thib.
Dokter islam lain yang terkenal adalah Ibnu Sina (Avecinna). Ia menulis buku yang berjudul al-Qonun fit-Thib, diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Qonun of Medicine dan menjadi buku pegangan diperguruan-perguruan tinggi selama 30 tahun terakhir dari abad 15. Buku kedoteran lain Ibn Sina berjudul Materia Medica memuat kira-kira 760 macam ilmu dipakai pedoman terutama di Barat. Dikatakan oleh William Osler, bahwa diantara kitab-kitab yang lain, kitab Ibnu Sina lah yang tetap merupakan dasar ilmu ketabiban untuk masa yang paling lama.
e. Sastra
Lahirnya karya-karya sastra di dorong oleh kemajuan bahasa pada waktu itu. Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol baik oleh orang-orang Islam maupun non-islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Karya-karya sastra yang banyak bermunculan, seperti al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, kitab al-Qalaid karya al-Fath Ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
f. Sejarah
Dalam bidang ilmu sejarah ternyata karya-karya ilmu sejarah ternyata juga memberikan sumbangan dan pengaruh dalam pemikiran-pemikiran sarjana Barat. Ibnu Khaldun, melalui karya Muqaddimah-nya, dialah yang pertama kali mengemukakan teori perkembangan sejarah, baik berdasarkan penyelidikan faktor jasmani dan iklim, maupun kekuatan moral dan ruhani. Sebagai orang yang mencari dan merumuskan hukum kemajuan dan keruntuhan bangsa, maka Ibnu Khaldun dapat dianggap sebagai pencipta ilmu baru, karena tak ada penulis Arab maupun Eropa yang mempunyai pandangan sejarah yang sejelas itu dan mengulasnya secara filsafat. Buku Muqaddimah Ibnu Khaldun menjadi tumpuan studi para ahli Barat dan ahli-ahli lainnya, dan kebebasan Ibnu Khaldun diakui oleh sejarawan Toynbee.
D. Keruntuhan Kekuasaan Islam di Andalusia
Dalam masa kekuasaan Islam di Spanyol yang begitu lama tentu memberikan catatan besar dalam mengembangkan dan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi peradaban dunia. Namun, sejarah panjang yang telah diukir kaum muslim menuai kemunduran dan kehancuran. Kemunduran dan kehancuran disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
Konflik Islam dengan Kristen
Keadaan ini berawal dari kurang maksimalnya para penguasa muslim di Andalusia dalam melakukan proses Islamisasi. Hal ini mulai terlihat ketika masa kekuasaan setelah al-Hakam II yang dinilai tidak secakap dari khalifah sebelumnya. Bagi para penguasa, dengan ketundukan kerajaan-kerajaan kristen dibawah kekuasaan kristen hanya dengan membayar upeti saja, sudah cukup puas bagi mereka. Mereka membiarkan umat Kristen menganut agamanya dan menjalankan hukum adat dan tradisi kristen, termasuk hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata.
Namun, kehadiran Arab Islam tetap dianggap sebagai penjajah sehingga malah memperkuat nasionalisme masyarakat Spanyol Kristen. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehidupan negara Islam di Andalusia tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Akhirnya pada abad ke-11, umat Islam Andalusia mengalami kemunduran, sedang umat Kristen memperoleh kemajuan pesat dalam bidang IPTEK dan strategi perang.
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Hal ini terjadi hingga abad ke-10 atas perlakuan para penguasa muslim sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah terhadap para mu’allaf yang berasal dari umat setempat. Mereka diperlakukan tidak sama seperti tempat-tempat daerah taklukan Islam lainnya. Kenyataan ini ditandai dengan masih diberlakukannya istilah ibad dan muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan.
Akhirnya kelompok-kelompok etnis non-Arab terutama etnis Salvia dan Barbar, sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal ini menimbulkan dampak besar bagi perkembangan sosio-ekonomi di Andalusia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada ieologi pemersatu yang mengikat kebangsaan mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang berusaha menghidupkan kembali fanatisme kesukuan guna mengalahkan Bani Umayyah.
Kesulitan Ekonomi
Dalam catatan sejarah, pada paruh kedua masa Islam di Andalusia, para penguasa begitu aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga mengabaikan pengembangan perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang memberatkan dan berpengaruh bagi perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini diperparah lagi dengan datangnya musim paceklik dan membuat para petani tidak mampu membayar pajak. Selain itu, penggunaan keuangan negara tidak terkendali oleh para penguasa muslim.
Tidak jelasnya Sistem Peralihan kekuasaan
Kekuasaan merupakan hal yang menjadi perebutan diantara ahli waris. Karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Maka, Granada yang awalnya menjadi pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol akhirnya jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella.
Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan negeri terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Oleh karena itu, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.